Rabu, 07 Oktober 2015

SITUS BLOGER BARU

SEMUANYA ADA DISINI

Ada Pasti Punya Impiankan, Lihat Impian Anda Disini

Propaganda Imajinasi

Add caption

Sebenarnya film Battleship genre aslinya action sci-fi. Namun ada genre yang lebih menarik, genre ‘propaganda.” Film yang berdurasi 131 menit yang digarap sutradara Peter Berg produksi Bluegrass Film Studio ini mengingatkan kita akan sebuah permainan board game bernama ‘battleship,’ besutan Hasbro. Dari sinilah film ini diadaptasi. Sama persis ‘transformers’ dan ‘GI Joe.’
Taylor Kitsch berperan sebagai Alex Hooper di film tersebut, seorang kader Navy Seals yang memacari anak gadis komandannya.  Diawali dari ditemukannya sebuah planet yang mirip sekali dengan bumi. Kemudian NASA mencoba mengirim sinyal ke planet tersebut.
Namun secara tiba-tiba, rupanya sinyal yang dikirim tersebut berbalas. Tak berapa lama kemudian, datanglah sejumlah benda asing mendarat di beberapa negara, tak terkecuali perairan Amerika Serikat di Hawai. Dimana kita tahu semua, di pulau tersebut terdapat pangkalan militer Angkatan Laut (AL), Pearl Harbor.
Kedatangan para pesawat alien tersebut bertepatan dengan kegiatan latihan perang bersama antara Angkatan Udara (AU) Amerika Serikat dan Jepang. Belakangan dua militer AU dan AL tersebut terlibat peperangan laut  melawan pesawat Alien. Tidak tanggung-tanggung, jatuh korban tak sedikit.
Disinilah peran ketokohan Alex Hooper yang memegang kendali penuh atas kapal perang AL Amerika Serikat yang masih bertahan, setelah lainnya gugur, termasuk kakak kandung Alex, Stone Hooper yang diperankan Alexander Skarsgard. Misi Alex tak lain adalah bagaimana menghentikan sekaligus menghancurkan kapal-kapal alien yang terus membombardir dengan peluru mematikan.
Film ini berhasil mengkondisikan dengan penciptaan peperangan sebatas perairan, tidak seperti Transformers yang cenderung oleh banyak pengamat film, lumayan memusingkan mata. Apalagi jika ditonton versi 3D.
Dari tiga kapal hanya berhasil satu kapal saja karena dua lainnya berhasil ditenggelamkan pasukan alien. Film yang awalnya tidak masuk akal menjadi dibuat masuk akal. Dan film ini juga dipenuhi strategi. Persis sebuah games.
Di balik kecanggihan film tersebut, tetap saja, ada agenda tersembunyi yang disampaikan dalam film-film action atau superhero yang saat ini sedang marak produksi Marvel Comic. Dalam skenario globalnya, Amerika Serikat memasukkan industri film sebagai ‘sesuatu yang strategis.’
Di film Battleship ini, sangat terlihat bagaimana AL Amerika Serikat diperlihatkan mampu bekerjasama bahkan tampil sebagai pemimpin di hadapan AL lainnya dari negara lain, yang pastinya negara sekutu Amerika Serikat. Contohnya Jepang tadi, bahkan sekelebat terlihat pula dalam film itu AL Korea Selatan (Korsel). Artinya, film ini dari sisi propaganda menunjukkan bahwa Amerika Serikat mampu mengonsolidasikan negara sekutunya, sebagai polisi dunia.
Sisi propaganda lainnya adalah kecanggihan alutsista kapal-kapal perang AL. Bayangkan saja, jangankan negara-negara berkembang, melawan sekelompok alien dengan teknologi yang lebih maju saja, AL Amerika Serikat mampu mengalahkannnya. Sementara kita ketahui, sampai detik ini belum ada fakta yang benar-benar sahih, menjelaskan bahwa ada kehidupan mahluk luar angkasa di sistem tata surya planet-planet, terkecuali susunan galaksi-galaksi.
Propaganda dalam film ini ternyata juga menyentuh wilayah strategi. Alex berhasil mengalahkan pesawat terakhir Alien dengan strategi dan pemanfaatan secara minimalis ketersediaan roket kendali yang ada di dalam meriam-meriam kapal perang AL yang dinahkodainya.
Jepang saja yang terkenal dengan ‘harakiri-nya’ dibuat tak mampu berkutik dalam film itu menghadapi pasukan alien. Berbanding terbalik dengan film ‘Pearl Harbor’ dimana pasukan Jepang membombardir Pearl Harbor. Sebelum para pilot pesawat tempur Jepang lepas landas, digambarkan ada komunikasi para pilot dengan komandannya. ‘Harakiri’ menjadi motivasi para pilot Jepang ini.
Kemudian soal irasional menjadi rasional. Dalam film itu pula banyak kejadian-adegan yang secara logika tidak rasional dan tak mungkin dilakukan. Inilah yang disebut dengan ‘sihir pikiran’ dalam teori propaganda imajinasi. Dan ironisnya, penonton dibuat ‘terpaksa’ merasionalkan adegan itu.
Hampir saat ini produksi film Amerika fokus pada upaya memperlihatkan pahlawan-pahlawan imajinasi (superhero) yang semuanya ingin memamerkan kepada dunia bahwa urusan teknologi, negeri Paman Sam itu nomer satu.
Propaganda imajinasi ini tidak hanya dilakukan kalangan Hollywood, tapi juga sineas-sineas Bollywood yang kerap memproduksi film-film bergenre horor Indonesia. Jika Hollywood menggerakan propaganda imajinasi memamerkan kecanggihan teknologi, beda dengan Bollywood yang lebih memilih melakukan propaganda imajinasi dengan hal-hal berbau ‘mistis irasional.”
Judul-judul film horor yang selalu dibuat oleh sutradara atau diproduksi warga keturunan India, sudah menggambarkan sisi irasionalnya. Seperti ‘hantu pocong perawan,’ kemudian adalagi, ‘kuntilanak kesurupan.’ Belum pernah ditemukan mahluk halus kesurupan mahluk halus. Yang sempat bombastis adalah ‘suster ngesot,’ padahal di film tersebut ternyata sosok hantu suster di film itu malah memiliki dua kaki.
Tragisnya lagi, film-film horor tersebut malah dalam durasinya banyak menampilkan adegan-adegan ‘panas,’ syuur, apapun namanya. Hampir semua pemeran perempuan di film tersebut, mengenakan pakaian seronok. Pemandangan ini menjadi kontra-disaat penonton disuguhi adegan menyeramkan, tapi di lain sisi ditampilkan juga sisi pornografinya. India kini secara geo-ekonomi merupakan negara yang pencapaian ekonominya sangat melejit.
Skenario propaganda psikologis melalui budaya
Dalam salah satu pendapatnya yang dimuat Islam Times, analis budaya Michael Shank terang-terangan menyebut bahwa Amerika Serikat menyiapkan propaganda psikologis, melalui program-program budaya dengan target menciptakan konflik sosial di negara target.
Program budaya tersebut langsung dibawah pengawasan Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Negara yang tengah digempur propaganda budaya ini adalah Yaman, Nigeria dan Pakistan.
Amerika menggunakan USAID (US Agency for International Development) untuk mengamati pemilu terakhir di Kenya. Dan propaganda ‘physico-war’ ini sudah menjadi kebijakan luar negeri Amerika Serikat.  
“Bagi Pentagon, program itu merupakan bagian dari operasi-psikologis, "psy-ops", sementara bagi Departemen Luar Negeri dan USAID, sebagai bagan dari "operasi informasi". "Semua itu dimaksudkan untuk mempengaruhi masyarakat lokal," demikian pengakuan Shank.
Program ini, lanjutnya, bukan semacam operasi Dinas Keamanan Nasional yang menyeramkan atau operasi rahasia seperti apa yang diolah Komando Operasi Khusus Gabungan. Program ini memiliki segala sesuatu yang berkaitan dengan apa yang disebut pihak Washingtonians dan lainnya dengan 'soft power' serta peran budaya dan seni permainan untuk mempengaruhi hati dan pikiran.
Bagi banyak pemerintah, utamanya AS, strategi "lebih lunak" ini (berbeda dengan "hard power" seperti manuver militer, sanksi, dan lain-lain) diterapkan dengan niat baik, tanpa persiapan yang cukup, untuk menjalin kemitraan atau perencanaan dalam cara yang strategis, berkelanjutan, dan konstruktif.
Baik reality show TV di Delta Niger yang disponsori Departemen Luar Negeri, forum teater di kota terbesar keempat Yaman, Hudaydah, yang disponsori Departemen Pertahanan, atau program radio di Nairobi yang disponsori Kantor Inisiatif Transisi USAID, pemerintah AS makin kreatif tentang bagaimana menggunakan sektor budaya untuk berdiplomasi, membangun, dan bertahan.
Shank mengatakan, bahwa Amerika Serikat tidak sendiri dalam melakukan ekspansi ‘soft power.’ Karena seluruh Uni Eropa juga ikut mensponsori kegiatan tersebut. Perkembangan skenario propaganda ini sudah merambah ke wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara.
Indonesia juga diserang ‘psyco dan imajinasi war’
Sadar tidak sadar, Indonesia ternyata juga masuk dalam skenario global ini. Baik itu propaganda imajinasi maupun psikologi. Banyak media televisi sudah menampilkan adegan kekerasan, gosip, urusan pribadi yang dianggap sebagai suatu berita melalui infotainmen. Padahal kode etik jurnalistik sudah tegas, bahwa nilai berita tidak boleh mengandung kekerasan apalagi berupa kekerasan SARA serta mengungkap .
Kemudian, tayangan anak-anak lebih didominankan pada budaya negara lain. Seperti: serial Krisna yang ditayangkan AN TV, Upin Ipin di MNCTV, kemudian pernah dulu ramai serial Sesame Street yang ditayangkan “Kompas TV.” Perlu diketahui, bahwa ekspor Sesame Street dari Amerika Serikat ke Indonesia didanai langsung oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat ketika itu, Condoleezza Rice. Sosok Elmo Sesame Street dibawa ke seantero sekolah-sekolah dasar negeri, madrasah dan sekolah Islam. Dan sekarang yang sedang booming adalah ‘Marsha and The Bear.’
Pertanyaannya? Apakah ada film-film kartun anak-anak produksi Indonesia yang ditampilkan media tv. Sepertinya harus semakin banyak diproduksi program-program seperti ‘laptop si Unyil dan Si Bolang.’
Departemen Luar Negeri AS belakangan ketahuan mendanai sebuah film yang menceritakan seorang anak laki-laki Afganistan ‘Buzkashi Boys’ dan meraih oscar. Film ini dimaksudkan untuk memerangi ekstremisme dan memoles citra Amerika Serikat di Afganistan.

Situs Ada Disini Semua